Diposkan oleh dwita
sari di 23.31
Rasanya semua terjadi begitu cepat,
kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari
rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam
hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir
mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang biasa,
seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini
bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang
bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti
mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku
sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan
tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu
kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku.
Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku.
Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga
aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku,
karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku
seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu
juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa?
Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi
bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung
mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan
lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah
aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus.
Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang
selalu kau abaikan – juga
kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di matamu?
Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?!
Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur
terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga.
Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang
semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam
percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai
hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah
aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri.
Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu
paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa.
Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini
kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa
penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai
keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika
perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya
sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku selama
ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak
menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman
tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu memerhatikanku
lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu
basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku
bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat
dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang
sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang
dengan gampangnya.
dari seseorang yang
kehabisan cara
membuktikan rasa cintanya
ini
yang nulis kak Dwitasari. Kenapa gue copast? Karena ini yang lagi gue rasain
sekarang. Gue
sampe kepikiran kalo kak dwita terinspirasi sari kisah gue.. wkwkwkw (maaf ya
kak dwita). Tapi beneran deh, ngena banget ke gue..